Dalam ilmu kriminologi terdapat empat aliran (Indah
Sri Utami, 2012:65-68) yaitu:
1. Aliran klasik
Aliran klasik merupakan label umum
untuk kelompok pemikir tentang kejahatan dan hukuman pada abad 18 dan awal abad
19. Anggota paling menonjol dari kelompok pemikir tersebut antara lain Cesare
Beccaria dan Jeremy Bentham. Dua pemikir ini mempunyai gagasan yang sama, bahwa
perilaku kriminal bersumber dari sifat dasar manusia sebagai mahkluk hedonistic
sekaligus rasional. Hedonistik, karena manusia cenderung bertindak demi
kepentingan diri sendiri. Sedangkan rasional, karena mampu memperhitungkan
untung rugi dari perbuatan tersebut bagi dirinya menurut aliran klasik ini,
seorang individu tidak hanya hedonis tetapi juga rasional, dan dengan
demikian selalu mengkalkulasi untung rugi dari setiap perbuatannya termasuk
jika melakukan kejahatan. Kemampuan ini memberikan mereka tingkat kebebasan
tertentudalam memilih tindakan yang akan diambil apakah melakukan kejahatan
atau tidak. Sementara itu, Jeremy Bentham melihat suatu prindip baru yaitu
utilitarian yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dinilai dengan sustem
irrasional yang absolute, akan tetapi melalui prinsip-prinsip yang dapat di ukur.
Bentham menyatakan bahwa hukum pidana jangan dijadikan sarana pembalasan tetapi
untuk mencegah kejahatan.
2. Aliran Positif
Aliran modern atau aliran positif
mucul pada abad ke-19 yang bertitik tolak pada faham determinisme tentang
manusia. Faham ini menggantikan doktrin kebebasan berkehendak (the doctrine
of free will). Bagi aliran positif, manusia dipandang tidak mempunyai
kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal
manusia itu sendiri. Ada tiga segmen teori dalam aliran positif. Pertama,
segemen yang bersifat biologis pemikiran Lambrosian mengenai cirri fisik
penjahat. Kedua, segmen yang bersifat psikologis antara lain tentang psychological
factors antara lain neuroticism, psychoticism, psychopathic yang
menyebabkan seseorang cendrung melakukan kejahatan. Ketiga, segmen social
positivism sperti terdapat pada pemikiran Adolphe Quetelet, Rawson, Henry
Mayhew, dan Durkheim mengenai societal factors antara lain proverti, membership
of subcultures, low level of education, crowded cities, distribution of wealth
sebagai factor pendorong terjadinya kejahatan. Mengenai penghukuman, aliran ini
menganjurkan agar pelaku tidak perlu dihukum, sebab ia hanyalah korban keadaan
yang berada diluar kontrolnya sebagai individu. Langkah yang lebih strategis
adalah, melakukan pembenahan sistem lingkungan (social, ekonomi, budaya,
politik) secara holistic. Di samping itu, melakukan terapi khusus terhadap
pelaku yang bermasalah terhadap psikologis dan biologis. Pelopor aliran
positivitis adalah Cesare Lmbrosso (1835-1909), yaitu seorang dokter dari
italia yang mendapat julukan bapak kriminologi modern melalui teorinya yang
terkenal yaitu Born Criminal. Teori Born Criminal dilandasi oleh
teori evolusi dari Darwin. Dengan teorinya tersebut Lambrosso membantah
mengenai “free will” yang menjadi dasar aliran klasik dan mengajukan konsep
determinisme. Inti dari ajaran Lambrosso (Indah Sri Utami 2012:67) yaitu;
1) penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat;
2) bakat jahat tersebut diperoleh dari kelahiran (born
criminal);
3) bakat jahat dapat dilihat dari cirri-ciri biologis
(atavistic stigmata);
Lanjut Lambrosso (Indah Sri Utami 2012: 67)
mengemukakan bahwa:
Seperti dahi yang sempit dan melengkung kebelakang,
rahang yang besar dan gigi taring tajam, berbadan tegap, tangan lebih panjang;
bibir tebal, hidung tidak mancung, dan lain sebagainya.
3. Aliran neo klasik
Aliran neo klasik berkembang pada
abad ke 19. Ia mempunyai basis pemikiran yang sama dengan aliran klasik, yakni
kepercayaan pada kebebasan pada kebebasan berkehendak manusia. Doktrin dasarnya
sama dengan aliran klasik, yakni bahwa manusia adalah mahkluk mempunya rasio,
berkehendak bebas karenanya bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatannya. Meski
demikian, terdapat sejumlah revisi yang dilakukan terhadap inti ajaran aliran
klasik. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
1. Perubahan pada doktrin kehendak bebas. Bagi aliran
neo klasik, dalam melakukan suatu perbuatan jahat, pelaku tidak hanya ditentukan
free-will semata, tetapi juga dipengaruhi oleh:
a. Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit
jiwa atau lain-lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan
kehendak bebasnya.
b. Premeditasi, niat yang dijadikan ukuran dari
kebebasan kehendak, akan tetapi hal iniberkaitan dengan hal-hal yang aneh
(irrasional). Sebab, jika benar maka pelaku tindak pidana baru (untuk pertama
kali) harus dianggap lebih bebas untuk memilih daripada residivis yang terkait
oleh kebiasaan-kebiasaannya, oleh karena itu harus dihukum lebih berat.
2. Pengakuan adanya keadaan-keadaan atau keadaan
mental dari individu.
3. Perubahan doktrin tanggungjawab sempurna yang
mendasari pembalasan dalam aliran klasik. Bagi pemikir neo klasik, kesalahan
tidak boleh ditimpahkan sepenuhnya kepada pelaku. Sebab, bias saja seorang
melakukan kejahatan karena factor lain seperti kegilaan, kedunguan, usia dan
lain-lain keadaan yang mempengaruhi “pengetahuan dan niat” pada waktu seseorang
melakukan kejahatan.
4. Dimasukkan keterangan ahli dalam dalam acara
pengadilan untuk menentukan besar tanggungjawab, apakah si terdakwa mampu
memilih antara yang benar dan yang salah
4. Aliran kritis
Aliran kritis juga dikenal dengan
istilah “Critical Criminology” atau “kriminologi baru”. Aliran kritis
sesungguhnya memusatkan perhatian pada kritik terhadap intervensi kekuasaan
dalam menentukan suatu perbuatan sebagai kejahatan. Itulah sebabnya, aliran ini
menggugat eksistensi hukum pidana. Pendukung aliran menganggap bahwa
pihak-pihak yang membuat hukum pidana hanyalah sekelompok kecil dari anggota
masyarakat yang kebetulan memiliki kekuasaan untuk membuat dan membentuk hukum
pidana tersebut. Jadi, hal yang dikatakan sebagai kejahatan dalam hukum pidana
dapat saja dianggap oleh masyarakat (umum) sebagai hal yang bukan tindak
kejahatan (tidak jahat). Dan tentunya, hal tersebut terjadi jika persepsi para
pembuat hukum pidana berbeda dengan persepsi luas pada umumnya.
Pendekatan yang cukup dominan dalam aliran yang
kritis ini adalah pendekatan konflik (Romli Atmasista, 2011:72). Pendekatan ini
beranggapan bahwa hukum dibuat dan ditegakkan bukan untuk melindungi masyarakat
tetapi untuk nilai dan kepentingan kelompok yang berkuasa. Dengan demikian,
pendekatan konflik memusatkan perhatiannya pada masalah kekuasaan dalam
pendefinisian kejahatan. Pendekatan konflik beranggapan bahwa orang-orang dalam
suatu masyarakat mempunyai tingkat kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi
pembuatan dan penegakan hukum. Pada umumnya, orang-orang atau kelompok yang memiliki
kekuasaan yang lebih besar akan mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk
menentukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai dan kepentingan mereka
sebagai kejahatan. Pada saat yang sama, mereka juga memiliki kemampuan untuk
menghindari pendefinisian perbuatan mereka sebagai kejahatan, walaupun
perbuatan mereka tersebut bertentangan dengan nilai dan kepentingan orang atau
pihak lain yang tentunya memiliki kekuasaan yang lebih rendah. Pendekatan
konflik dengan demikian menghendaki suatu suatu hukum yang bersifat emansipatif
atau hukum yang melindungi masyarakat sehingga dapat mengangkat harkat dan
martabat masyarakat kelas bawah
0 Response to "Aliran-aliran dalam kriminologi "
Post a Comment