Pengertian Kebijakan Kepala Daerah

Sebelum membahas tentang kebijakan kepala daerah, perlu diketahui terlebih dahulu siapakah yang tergolong kepala daerah tersebut. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa yang dimaksud kepala daerah adalah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. Kedudukan Kepala Daerah dalam hal pengangkatan dan pemberhentian merupakan tugas dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), adapun dasar hukum wewenang tersebut diatur dalam Pasal 42 huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu
“Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;”

Adapun pengertian atau definisi kebijakan sangatlah beragam. Secara umum kebijakan dapat dikatakan sebagai rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah publik yang mempunyai tujuan, rencana, dan program yang akan dilaksanakan secara jelas (Jawade Hafidz, 2013:154). Menurut Marwan (2013:285) dalam bukunya bahwa:
Definisi kebijakan sendiri adalah berasal dari kata bijak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya selalu menggunakan akal budi, pandai, atau mahir, sedangkan kebijakan itu sendiri adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau cara bertindak dari pemerintah atau organisasi dalam menghadapi atau menangani suatu masalah atau dapat juga diartikan sebagai cita-cita, tujuan atau prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam usaha mencapai sasaran. Dalam bahasa inggris bijak artinya adalah smart, experienced, capable, atau wise sedangkan kebijakan adalah intelligence atau wisdom, atau menurut WS Poerwadarminta, kebijakan adalah kepandaian atau kemahiran dan dalam bahasa Belanda disebut dengan beleid. Dari sudut bahasa, maka policy identik dengan beleidregel, artinya adalah peraturan, tata pemerintahan, atau politik.
Secara yuridis terminologi kebijakan termuat dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf a), kebijakan adalah pernyataan prinsip sebagai landasan pengaturan dalam pencapaian suatu sasaran. Pengertian lain juga terdapat dalam PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Penjelasan Pasal 1 angka 12), kebijakan adalah arah / tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Kebijakan sangat erat kaitannya dengan diskresi, berdasarkan definisi dan terminologi, diskresi (freies ermessen) itu terbagi atas dua, yaitu kebijakan dan kebijaksanaan. Kebijakan itu dilaksanakan berdasarkan suatu ketentuan perundang-undangan sedangkan kebijaksanaan adalah menyimpang dari ketentuan perundang-undangan namun tetap dalam koridor hukum (Marwan, 2013:288). Diskresi dapat dilakukan oleh pejabat publik dan dalam praktik apabila menyangkut urusan pemerintahan maka lebih mengutamakan pencapaian tujuan sasarannya (doelmatigheid) daripada legalitas hukum yang berlaku (rechtsmatigheid) . Dalam hal pejabat pemerintahan, terdapat pembatasan dalam penggunaan diskresi (freies ermessen) ini. Ada beberapa pendapat mengenai pembatasannya (Jawade Hafidz, 2013:160)., antara lain sebagai berikut:
1. Muchsan
a. Penggunaan Freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaidah hukum positif).
b. Penggunaan Freies ermessen hanya ditujukan demi kepentingan umum.
2. Sjachran Basah
Secara hukum terdapat dua batas, yakni sebagai berikut.
a. Batas Atas
Batas atas dimaksudkan ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan berdasarkan landasan taat asas, yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Artinya secara hukum batas atas adalah wajib taat asas terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum.
b. Batas Bawah
Batas bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Artinya secara hukum batas bawah adalah tidak boleh melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  
Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan dilaksanakan berdasarkan suatu ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini kebijakan didasarkan pada tugas, wewenang, kewajiban suatu Kepala Daerah. Adapun pembatasan kebijakan dalam hal ini Freies ermessen Kepala daerah diatur dalam Larangan terhadap kepala daerah. Pengaturan tugas, wewenang, kewajiban, dan larangan Kepala Daerah diatur dalam Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu: Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;
j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah;
k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
Adapun sebagai larangan Kepala daerah yaitu:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain;
b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;
c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 25 huruf f;
f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;
g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa kebijakan kepala daerah merupakan tindakan yang diambil oleh kepala daerah berdasarkan tugas, wewenang, kewajiban dan larangan yang telah ditentukan undang-undang untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintahannya.

0 Response to " Pengertian Kebijakan Kepala Daerah "

Post a Comment